Poligami, praktik di mana seseorang memiliki lebih dari satu pasangan, memiliki pandangan yang berbeda di berbagai tradisi dan agama. Artikel ini akan membahas bagaimana poligami diterima atau ditolak dalam konteks ajaran Islam, Kristen, dan Hindu.
- Poligami dalam Islam
Penerimaan: Dalam Islam, poligami diizinkan dan diatur secara jelas dalam Al-Qur’an. Surah An-Nisa ayat 3 menyebutkan bahwa seorang pria dapat menikahi hingga empat wanita dengan syarat bahwa ia dapat memperlakukan mereka secara adil.
Syarat dan Kewajiban: Untuk berpoligami, seorang suami diharuskan memenuhi beberapa syarat, antara lain:
Memiliki kemampuan finansial untuk memberikan nafkah kepada semua istri.
Memastikan perlakuan yang sama dalam hal cinta, perhatian, dan waktu.
Mendapatkan izin dari istri pertama.
Kritik dan Kontroversi: Meskipun diizinkan, praktik poligami sering kali menuai kritik. Banyak yang berpendapat bahwa tidak mungkin memenuhi syarat keadilan yang ditetapkan dalam Al-Qur’an. Selain itu, ada juga pandangan bahwa poligami dapat menimbulkan ketidakadilan terhadap perempuan.
- Poligami dalam Kristen
Penolakan: Dalam tradisi Kristen, poligami umumnya ditolak. Alkitab mencatat bahwa banyak tokoh dalam Perjanjian Lama memiliki lebih dari satu istri, seperti Raja Salomo dan Raja Daud, namun ajaran Kristen masa kini menekankan monogami sebagai bentuk ideal pernikahan.
Dasar Ajaran: Ajaran Kristen sering kali mengacu pada Injil Matius 19:4-6, di mana Yesus menjelaskan bahwa “apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia,” yang menekankan pentingnya pernikahan antara satu pria dan satu wanita.
Praktik dalam Sekte: Meskipun demikian, ada beberapa sekte Kristen, seperti beberapa cabang dari Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir (Mormon), yang pernah mengizinkan poligami, tetapi praktik ini ditinggalkan pada akhir abad ke-19.
- Poligami dalam Hindu
Sejarah Poligami: Dalam sejarah Hindu, poligami diperbolehkan dan terdapat dalam teks-teks kuno. Beberapa tokoh epik seperti Krishna dan Raja Dasaratha memiliki lebih dari satu istri. Namun, praktik ini lebih umum di kalangan bangsawan dan aristokrat.
Perubahan Hukum: Sejak penerapan Hindu Marriage Act pada tahun 1956, poligami menjadi ilegal bagi umat Hindu di India. Hukum ini menegaskan monogami sebagai bentuk pernikahan yang sah. Namun, umat Muslim di India masih diperbolehkan berpoligami sesuai dengan hukum syariah.
Pandangan Modern: Dalam konteks masyarakat modern, poligami sering dianggap tidak sesuai dengan norma kesetaraan gender dan hak asasi manusia. Banyak praktisi Hindu saat ini memilih untuk menjalani pernikahan monogami.
- Agama Lain
Budha: Dalam ajaran Buddha, tidak ada ketentuan spesifik tentang poligami. Namun, banyak pengikut Buddha di negara-negara seperti Thailand dan Myanmar yang mengadopsi praktik monogami.
Agama Tradisional: Dalam banyak masyarakat adat dan agama tradisional, poligami masih dipraktikkan dan dianggap normal. Dalam konteks ini, poligami sering kali dianggap sebagai cara untuk memperkuat aliansi sosial dan ekonomi.
Kesimpulan
Poligami merupakan praktik yang memiliki berbagai pandangan dan penerimaan dalam konteks agama. Dalam Islam, poligami diizinkan dengan syarat yang ketat, sementara dalam Kristen, praktik ini umumnya ditolak. Hindu, yang memiliki sejarah poligami, kini mengadopsi hukum monogami. Dengan perubahan sosial dan kesadaran akan hak asasi manusia, pandangan terhadap poligami dalam berbagai agama terus berkembang. Setiap agama memiliki pendekatan yang berbeda, mencerminkan nilai-nilai dan keyakinan masing-masing komunitas.